Minggu, 12 Desember 2010

COBALAH UNTUK TAWAKAL
Rasulullah bersabda, “ Berambisilah melakukan perkara yang berguna bagimu. Minta tolonglah kepada Allah dan janganlah menjadi orang yang lemah “
MANUSIA adalah potensi sejarah, potensi untuk menjadi lemah dan potensi untuk kuat dan tawakal. Sekaligus manusia adalah tempat khilaf dan lupa. Manusia merupakan mahluk yang sempurna karena dilekati oleh kelebihan dan kekurangannya. Artinya manusia mempunyai kuasa apakah akan mengkategorikan kualitas gerak sejarahnya yang muram dan bermentalitas tempe. Atau juga mempunyai kemauan untuk merumuskan dan membumikan kerja sejarahnya yang tahan banting dan tidak jeri menghadapi perubahan yang lekat dengan tantangan dan hambatan. Itu semua ada dalam spirit gerak islam bahwa kerja dan do’a itu wajah tawakal dalam ber-mujahadah di tengah keramaian zaman. Tentu di tengah jejak zaman yang terasa berjalan tergesa dan terkadang jalan yang di sediakan banyak yang temaram dan abu-abu. Di sinilah perlu obor penerang spiritual yang bisa menjamin keseimbangan antara yang Materi dan Immateri. Semua itu tentu di peruntukkan untuk orang-orang tangguh yang mau berusaha dan berjuang atas nama ibadah dijalan Allah Swt. Tentang ini semua di gambarkan dengan jelas dalam wajah islam terutama mulai dari langkah awal Rasulullah dalam membumikan islam di tanah jazirah Arab, sampai detik ini saat islam menjadi salah satu tiang penopang peradaban yang paling signifikan. Sejarah syiar Rasulullah dalam membumikan islam adalah contoh sejarah dari kisah seorang pejuang kebenaran par excellence. Islam tidak menyuruh pemeluknya untuk lemah, jeri dan bermentalitas tempe saat berhadapan dengan hambatan dan masalah. Kepasrahan tidak berbanding lurus dengan lemah. Kepasrahan adalah muara psikologis dimana tumbuh kesadaran, proses kerja dan do’a semata hanya ibadah untuk mengharap ridha-Nya. Islam adalah obor spiritual untuk membangun ketegaran dan kesabaran. Muaranya adalah kepasrahan yang merupakan kesadaran jernih dari keberadaan kita yang di batasi fitrah, khilaf dan lupa. Sehingga semua pada akhirnya berpulang pada aturan-Nya. Keputusan terbaik adalah yang datang dari ridha-Nya yang kadang kita tak bisa menangkap isyaratnya karena kita selalu mendefinisikannya sebatas penilaian akal dan rasionalitas. DIi sinilah harusnya potensi ruhaniah diberdayakan. Do’a, dzikir, shalat malam dan puasa adalah perangkat atau area kontemplasi (Contemplation Space) untuk menyeimbangkan yang aqliah dan ruhaniah. Orang yang lemah adalah orang yang rentan daya tahan perjuangannya ( Mujahadah ), selalu merasa cepat kalah setiap ada masalah dan orang yang tidak pernah mampu menangkap sinyal dan isyarat hikmah dibalik masalah. Orang yang lemah adalah tipikal dari orang yang bermental tempe yang selalu lari bila ada kesulitan. Padahal masalah dan kesulitan adalah pelajaran yang harus ditangkap hikmahnya, bukan menjadi sebab dari datang nya keputusasaan. Masalah dan kesulitan adalah batu uji untuk mencapai setiap tingkataan maqam sejarah yang merupakan tugas kesejarahan dari manusia. Mungkin dari situ kita bisa menangkap isyarat hakikat yang memang memerlukan kesadaran ruhaniah yang ajeg. Bila hari ini terdapat kesulitan, tempatkan dalam prasangka yang baik. Sesungguhnya perjuangan yang berkualitas memerlukan batu uji yang banyak agar disetiap proses yang dijalani senantiasa didapati cermin pelajaran tempat kita menghitung kekurangan, tempat kita memilah kesalahan yang nantinya bisa ditarik hikmah kearah perbaikan, kearah pelurusan. Tengoklah kemarin, di sana ada cermin, ada hikmah, ada pelajaran. Berpikirlah dari hari kemarin agar kita tidak terperosok di lubang kesalahan yang sama. Sesungguhnya akan terasa teduh bila di pedalaman bathin selalu tersedia bilik perenungan tempat kita berpikir di keheningan dan bukan ombak lautan kemarahan yang hanya membuat akal sehat kita tenggelam. Kesulitan anggap saja sebagai keharusan bagi pikiran agar selalu terjaga. Kesukaran anggap saja sebagai kewajiban hati yang selalu merenungi, bahwa keberhasilan butuh perjuangan, bahwa menuju puncak perlu menaiki tangga dari bawah, bahwa jawaban memerlukan pertanyaan. Dan itulah yang disebut proses, itulah yang didefinisikan dengan gerak sejarah. Tentu mizaniyah sejarah kerja dan do’a dalam rangka ibadah. Rumusan kerja dan perjuangan adalah amaliah dan orientasinya kemaslahatan jamaah atau masyarakat luas. Gusti Allah ora sare menurut rumusan orang jawa, artinya kurang lebih nikmat Allah selalu terpancar dalam gerak kehidupan. Bukankah ritme alam semesta bagian tak terpisahkan dari ayat- ayat-Nya? Mungkin yang jadi persoalan, kita selalu terbiasa mengkategorikan nikmat dan rahmat dalam hal atau keberhasilan yang besar. Kita jarang sekali mengucap syukur untuk hal yang sering kita anggap sepele. Bangun pada wajah subuh, menghirup udara yang masih memeluk embun, dengan sedikit polusi, sebenarnya bagi orang yang berfikir itulah nikmat-Nya. Setidaknya, ini membuktikan bahwa kita masih diberi kesempatan untuk melanjutkan kesejarahan kita hari ini. Meskipun demikian, kekecewaan bila memang ada jangan sekali kali kita enyahkan. Tapi pertanyakan dan pertanyakan kembali sampai ke awal, agar Nampak sebab kekecewaan yang mungkin berawal dari kesalahan dan kekurangan kita. Jangan alergi terhadap kritik karena mungkin dari situ kita bisa melihat dan mengenali kesalahan dan kekurangan. Jangan lupakan nasehat-nasehat karena mungkin itu adalah isyarat agar kita tak sesat langkah sejarah (ibadah). Kesulitan, kesukaran, kekecewaan dan apapun yang kita anggap masalah dan kekurangan, sebaiknya dijadikan sebagai ujian kesabaran, untuk bisa menjadi generasi tawakal. Serahkan seluruh proses sejarahmu pada kekuasaan Allah Swt semata karena keputusan terbaik hanyalah Dia yang tahu. Kita hanya bisa berdo’a dan berikhtiar (usaha dan kerja), selebihnya kita serahkan pada kekuasaan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar