Kamis, 09 Desember 2010

ADZAN TERAKHIR BILAL
Bilal masih di liputi kesedihan, Belum lama berselang Rasulullah dipanggil keharibaan Allah SWT. Terbayang kembali dalam ingatannya kenangan indah bersama Rasulullah. Ia selalu bersama Rasulullah dan melantunkan adzan untuknya. Kebersamaan itu tidak mungkin ia dapatkan kembali, kecuali di akhirat kelak. Untuk itu ia ingin syahid dalam jihad dijalan Allah agar dapat bertemu kembali dengan Rasulullah. Bilal termenung. Tugasnya sebagai mu’adzin, mengharuskannya melantunkan adzan 5 kali sehari di masjid Rasul pada waktu shalat tiba. Bilal berpikir, “kalau begitu terus, kapan aku sempat untuk berjihad?” Akhirnya Bilal menemui Abu Bakar As Siddiq. Memang, sejak Rasulullah wafat, Abu Bakar diangkat oleh kaum, muslimin sebagai pemimpin mereka. “ Wahai Khalifah Rasulullah, saya mendengar Rasulullah bersabda, bahwa amal mu’min yang utama adalah berjihad fi sabilillah,” ujar Bilal saat bertemu dengan Abu Bakar. “apa maksudmu?” Tanya Abu Bakar. Beliau heran dengan pernyataan Bilal yang tiba-tiba itu. “ Saya ingin berjihad di jalan Allah hingga saya menemui ajal,” jawab Bilal. Abu Bakar pun mengerti maksud Bilal. Lelaki yang dulu pernah menjadi budak itu, kini ingin berhenti menjadi mu’adzin agar dapat pergi ke medan perang. Abu Bakar merasa berat kehilangan seorang mu’adzin kesayangan Rasulullah. Dialah yang selama ini setia mengumandangkan suaranya, memanggil orang untuk sholat. “ Lantas, siapa nanti yang akan menjadi mu’adzin bagi kami?” Tanya Abu Bakar ragu. Bilal sudah menduga bahwa Abu Bakar pasti keberatan. Dengan air mata berlinang, Bilal menjawab, “ Setelah Rasulullah wafat, saya tidak akan menjadi mu’adzin lagi bagi orang lain.” Saya mengerti, namun, tetaplah engkau disini menjadi mu’adzin kami, pinta Abu Bakar. Perasaan Bilal jadi tak enak mendengar permintaan Abu Bakar. Bagaimanapun ia merasa berhutang budi pada Abu Bakar. Dialah yang dulu telah menolongnya dari siksaan majikannya saat ia menjadi budak. Teringat olehnya ketika tuannya menyiksanya di padang pasir. Di bawah terik matahari, ia dicambuk dan ditindih dengan batu besar di atas dadanya. Saat itulah Abu Bakar datang dan membeli Bilal dengan harga yang mahal. Dia telah memerdekakan Bilal. Tanpa bermaksud melupakan jasa itu, Bilal pun berkata pada Abu Bakar, “seandainya engkau memerdekakan saya dulu untuk kepentinganmu, baiklah saya terima permintaan mu itu. Tetapi bila engkau memerdekakan saya karena Allah, biarkanlah diri saya untuk Allah.” Mendengar ini Abu Bakar luluh. Ia tidak lagi memaksa Bilal. “Saya memerdekakanmu semata-mata karena Allah, wahai Bilal,” jawab Abu Bakar tulus. Bilal lega mendengar perkataan Abu Bakar. Ini berarti ia bebas memutuskan jalan hidupnya sendiri, termasuk terjun ke medan perang. Kini Bilal berada di syiria, wilayah perbatasan antara negeri kaum muslimin dan kerajaan Romawi. Di Syria, Bilal banyak terjun ke medan pertempuran. Suaranya tak terdengar lagi mengumandangkan adzan, Saat itu kaum muslimin dipimpin oleh khalifah yang kedua, yaitu Umar bin Khattab. Suatu kali, Umar datang ke Syria.kedatangan Umar itu sungguh menggembirakan kaum muslimin di sana. Mereka pun berharap Umar dapat membujuk Bilal untuk melantunkan adzan. Mereka semua merindukan suaranya yang merdu dan syahdu. Umar menyetujui permintaan kaum muslimin. Ketika waktu sholat tiba, Umar bin Khattab meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan, ia selalu dilanda kesedihan. Apalagi pada saat ia meneriakkan kalimat “ Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah…” kenangan lamanya bersama Rasulullah bangkit kembali. Pada saat itu ia tak akan kuasa menahan linangan air mata dan menangis tersedu. Meski berat, Bilal pun memenuhi permintaan Umar. Ia melangkah pelan menuju menara. Di atas sana, ia terdiam sesaat seolah mempersiapkan jiwa dan raga untuk sebuah tugas berat. Tak lama kemudian, terdengarlah suaranya yang syahdu menyuarakan panggilan shalat. Para sahabat yang mendengar suara Bilal terkesima. Suasana menjadi hening. Mereka yang pernah hidup bersama Rasulullah, teringat kembali akan kenangan masa lalu bersama Sang kekasih Allah, terutama saat Bilal mengumandangkan adzan di Madinah. Tangis harupun terdengar. Suara Bilal yang juga diselingi oleh isak tangis menambah keharuan. Tangis kaum Muslimin semakin keras dan yang paling keras tangisnya di antara mereka adalah Umar bin Khattab. Itulah adzan Bilal yang terakhir. Setelah itu ia benar-benar berhenti menjadi mu’adzin. Bilal yang telah bertekad untuk menghabiskan sisa umurnya berjuang di jalan Allah, selalu terjun di medan perang. Ia ingin saat wafat kelak, ia sedang melakukan amal yang paling disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu berjuang di jalan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar